Kamis, 02 Desember 2010

FARMAKOLOGI OBAT-OBAT ANTIHISTAMIN NON SEDATIF PADA PENYAKIT ALERGI

PENDAHULUAN
Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistamin. Sejak
itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi. Pada
umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas artinya
mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin dan alfa
adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini disebut antihistamin (AH1) klasik (1).
Histamin adalah suatu alkoloid yang disimpan di dalam mast sel. dan
menimbulkan berbagai proses faalan dan patologik. Pelepasan histamin terjadi akibat
reaksi antitigen-antibodi atau kontak antara lain dengan obat, makanan, kemikal dan
venom. Histamin ini kemudian mengadakan reaksi dengan reseptornya (H1 dan H2)
yang tersebar di berbagai jaringan tubuh. Perangsangan reseptor H1 menyebabkan
kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan reaksi mukus.
Perangsangan reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung.
Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan menimbulkan efek samping,
mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan mengalami gangguan
koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari, dan
menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka
panjang (1).
Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan ke dalam kelompok
AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang memberikan harapan cerah. Termasuk
dalam AH1 non sedatif ini adalah; terfenidin, astemizol, loratadin, mequitazin.
FARMAKOLOGI
AH1 non sedatif berbeda dengan AH1 klasik oleh sifat farmakokinetiknya.
Secara in-vitro diketahui bahwa terfenidin, astemisol terikat lebih lambat kepada
reseptor H1 daripada AH1 klasik dan jika telah terikat akan dilepaskan secara lambat
dari ikatan reseptor.
TERFENIDIN (2)
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi
sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai
mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan
didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces
(60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat
sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg
diberikan 2 X sehari.
ASTEMIZOL (3)
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol,
struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu
paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak
aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat
lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan
alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine.
Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
MEQUITAZIN (4)
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya
cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam
pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama.
Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
LORATADIN (5,6,7)
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1
meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar
puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat
cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24
jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan
kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai
jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif
secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan
cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu.
Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang
dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari. (Lihat tabel)
PENGGUNAAN ANTIHISTAMIN (AH1) NON SEDATIF
AH1 non sedatif mempunyai efek menghambat kerja histamin terutama
diperifer, sedangkan di sentral tidak terjadi karena tidak dapat melalui sawar darah
otak. Antihistanin bekerja dengan cara kompetitif dengan histamin terbadap reseptor
histamin pada sel, menyebabkan histamin tidak mencapai target organ.
AH1 non sedatif umumnya mempunyai efek antialergi yang tidak berbeda
dengan AH1 klasik. Beberapa peneliti melaporkan bahwa untuk penderita seasonal
rhinitis alergika. terfenidin bekerja lebih cepat (1-3 jam) dari astemizol 1-6 hari (8)
karena itu untuk penyakit ini astemizol dianjurkan oleh mereka untuk profilaktik.
Loratadin dan Mequitazin mempunyai mula kerja dan efektivitas yang sama dengan
terfenidin. Diantara AH1 non sedatif Mequitazin yang paling tidak spesifik, karena
masih mempunyai efek antikolinergik.
Efek terhadap "psyvhomotor performance" dari terfenidin, asetemizol,
loratadin dari berbagai penelitian menyatakan tidak dijumpai kelainan (2,3,5).
Pada reaksi wheal dan flare, pemberian per oral terfenidin 60 mg
menunjukkan efek hambatan 1 jam setelah pemberian, efek maksimum 3-4 jam dan
lama kerja 8-12 jam sesudah pemberian (2). Pada loratadin respon wheal akan
ditekan pada pemberian 1-2 jam. (Batenhorst et al 1986). Untuk pemberian jangka
panjang dan untuk penderita yang pekerjannya memerlukan kewaspadaan misalnya
pengemudi mobil lebih sesuai diberi AH1 non sedatif, karena efek sedasi dan
atltikolinergik dari AH1 klasik akan mengganggu penderita. Krause dan Shuter 1985
mendapat hasil astemizol lebih baik pada penggunaan jangka panjang terhadap
urtikaria kronik dibandingkan dengan chlorfeniramin (9). Ferguson et almendapatkan hasil yang bermakna dari perbandingan terfenidin dengan plasebo
dalam menurunkan skor itch dan wheal (10). Loratadin mengurangi sistem chronic
idiopathic urticaria dari pada plasebo (11). Untuk pengobatan seasonal allergic
rhinitis (SAR) (8) telah dilakukan beberapa uji klinik antara lain Katelaris
membandingkan loratidin dengan azatadin pada 34 penderita dan mendapatkan efek
kedua obat sama baiknya, tetapi loratadin kurang efek sampingnya. Pemberian
kombinasi 5 mg loratadin clan 120 mg pseudoefedri 2X sehari untuk pengobatan
SAR memberikan hasil baik (5). Pengobatan rinitis alergik prineal dengan 10 mg
loratadin 1X sehari dan terfenidin 60 mg 2X sehari, selama 4 minggu jelas lebih baik
dari plasebo dalam menurunkan total symptom scores (TSS) (5).
Berbeda dengan AH1 klasik, AH1 non sedatif dengan obat-obat diazepam dan
alkohol, tidak ada interaksi potensial efek sedasi (2,3,5). Takhipilaksis tidak dijumpai
pada 3 AH1 non sedatif (1). Penggunaan yang lama dari astemizol akan menambah
nafsu makan dan berat badan (3).
Toksisitas dan efek Samping
Penyelidikan pada binatang percobaan memperlihatkan dijumpainya toksisitas
yang rendah, sedang aktivitas mutagenik dan karsinogenik tidak dijumpai pada AH1
non sedatif (80). Pemberian dosis terapi AH1 non sedatif meskipun jarang sekali,
dapat juga timbul sedasi dan efek samping lain. Pemberian astemizol lebih dari 2
minggu dapat meningkatkan nafsu makan dan menambah berat badan (3). Pada
beberapa AH1 sedatif ada yang daPat melalui ASI tepai konsentrasinya cukup kecil
(5). Efek antikolinergik jarang sekali terjadi pada penggunaan AH1 non sedatif,
kecuali mequitazin (4,8).
PENUTUP
Kewaspadaan masih dituntut ketika memberikan obat AH1 non sedatif ini,
karena efektivitas dan toleransi obat ini pada setiap individu berbeda. Sebaiknya
pasien masih dilarang mengendarai kendaraan sewaktu memakan obat ini sampai
jelas tidak ada efek sedasi untuk dirinya. Masih merupakan obat pilihan yang
berguna untuk pengobatan alergi seperti rinitis alergika dan urtikaria akut. Untuk
penggunaan jangka panjang sebaiknya di pilih AH1 non sedatif, karena masa
kerjanya panjang dan efek sampingnya kurang dibandingkan dengan AH1 klasik.
KEPUSTAKAAN
1. Milan 1. Brandon: Newer Non sedating Antihistamines, Medical Progres January
1989
2. Sorkin EM. Heel RC Terfenadine: Review of its pharmacodynamic properties and
therapeutic efficacy. Drugs 1985; 29;54-56.
3. Richards DM et al. Astemizole; Review of its pharmacodynamic properties and
therapeutic efficacy, Drugs 1984;28;38-61
4. Ratu Saputri dkk. Medical and Scientific PT. Kenrose Indonesia Mequitazine suatu
antihistamin baru, kumpulan makalah simposium Penatalaksanaan
Penyakit Alergi, 10 September 1988.
5. Clisold SP et al. Loratadine A Preliminary review of its pharmacodynamic
properties and therapeutic efficacy, Drugs 1989;37:42-57.
6. Hilbert J et al. Pharmacokinetics and dose proportionality of Loratadine, J. Clin.
Pharmacoll 1987;27: 694-8.
7. Radwaski E. dkk. Loratadine: Multiple-Dose Pharmakokinetics J. Clin Pharmacol
1987;27:530-3
8. Katelaris C Non sedating antihistamin in perspective, Medical Progress Sept. 1988;
8-12.
9. Krause LB, Shuster SA Comparison of astemizol & chlorpheniramine in
demographic urticaria. British Journal of Dermatology 1985,112;447-
453.
10.Ferguson J. et al. Comparison of terfenadine and placebo in the treatment of
chronic idiopathic urticaria. Presented at the European Society of
Dermatological Researh, Jan. 1984.
11.Monroe EW et al. Efficacy and safety of loratadine in the management of
idiopathic chronic urticaria J. Am Acad Dermatol 1988;19: 138-9.

Selasa, 11 Mei 2010

IMMUNOMODULATOR, IMUNOSUPRESAN, IMUNOSTIMULAN

IMMUNOMODULATOR

1. PENDAHULUAN

Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral. Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini disebut paramunitas, dan zat berhubungan dengan penginduksi disebut paraimunitas. Induktor semacam ini biasanya tidak atau sedikit sekali kerja antigennya, akan tetapi sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada imunitas. Sel tujuan adalah makrofag, granulosit, limfosit T dan B, karena induktor paramunitas ini bekerja menstimulasi mekanisme pertahanan seluler. Mitogen ini dapat bekerja langsung maupun tak langsung (misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon atau enzim lisosomal) untuk meningkatkan fagositosis mikro dan makro (Gambar 1). Mekanisme pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling berpengaruh. Dalam hal ini pengaruh pada beberapa sistem pertahanan mungkin terjadi, hingga mempersulit penggunaan imunomodulator, dalam praktek.


Gambar 1.mekanisme stimulant imun non spesifik


Karakteristika imunomodulator dan metode penguji

Aktivitas suatu senyawa yang dapat merangsang sistem imun tidak tergantung pada ukuran molekul tertentu. Efek ini dapat diberikan baik oleh senyawa dengan berat molekul yang kecil maupun oleh senyawa polimer. Karena itu usaha untuk mencari senyawa semacam ini hanya dapat dilakukan dengan metode uji imunbiologi saja. Metode pengujian yang dapat dilakukan adalah metode in vitro dan in vivo, yang akan mengukur pengaruh senyawa kimia terhadap fungsi dan kemampuan sistem mononuklear, demikian pula kemampuan terstimulasi dari limfosit B dan T.

Metode uji aktivitas imunomoduator yang dapat digunakan,yaitu:

1. Metode bersihan karbon ("Carbon-Clearance")

Pengukuran secara spektrofluorometrik laju eliminasi partikel karbon dari daerah hewan. Ini merupakan ukuran aktivitas fagositosis.

2. Uji granulosit

Percobaan in vitro dengan mengukur jumlah sel ragi atau bakteri yang difagositir oleh fraksi granulosit yang diperoleh dari serum manusia. Percobaan ini dilakukan di bawah mikroskop.

3. Bioluminisensi radikal

Jumlah radikal 02 yang dibebaskan akibat kontak mitogen dengan granulosit atau makrofag, merupakan ukuran besarnya stimulasi yang dicapai.

4. Uji transformasi limfosit T

Suatu populasi limfosit T diinkubasi dengan suatu mitogen. Timidin bertanda ( 3 H) akan masuk ke dalam asam nukleat limfosit 1. Dengan mengukur laju permbentukan dapat ditentukan besarnya stimulasi dibandingkan dengan fitohemaglutinin A (PHA) atau konkanavalin A (Con A).

Persyaratan imunomodulator

Menurut WHO, imunomodulator haruslah memenuhi persyaratan berikut:

1. Secara kimiawi murni atau dapat didefinisikan secara kimia.
2. Secara biologik dapat diuraikan dengan cepat.
3. Tidak bersifat kanserogenik atau ko-kanserogenik.
4. Baik secara akut maupun kronis tidak toksik dan tidak mempunyai efek samping farmakologik yang merugikan.
5. Tidak menyebabkan stimulasi yang terlalu kecil ataupun terlalu besar.

Dasar fungsional paramunitas (menurut A. Mayr)

1. Terjadinya peningkatan kerja mikrofag dan makrofag serta pembebasan mediator.
2. Menstimulasi limfosit (yang berperan pada imunitas tetapi belum spesifik terhadap antigen tertentu), terutama mempotensiasi proliferasi dan aktivitas limfosit.
3. Mengaktifkan sitotoksisitas spontan.
4. Induksi pembentukan interferon tubuh sendiri.
5. Mengaktifkan faktor pertahanan humoral non spesifik (misalnya sistem komplemen properdin-opsonin).
6. Pembebasan ataupun peningkatan reaktivitas limfokin dan mediator atau aktivator lain.
7. Memperkuat kerja regulasi prostaglandin.



IMUNOSUPRESAN

Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker.

Respon imun

Pada mahkluk tingkat tinggi seperti hewan vertebrata dan manusia, terdapat dua sistem pertahanan (imunitas), yaitu imunitas nonsepesifik (innate immunity) dan imunitas spesifik ( adaptive imunity).

1. Imunitas nonspesifik

Merupakan mekanisme pertahanan terdepan yang meliputi komponen fisik berupa keutuhan kulit dan mukosa; komponen biokimiawi seperti asam lambung, lisozim, komploment ; dan komponen seluler nonspesifik seperti netrofil dan makrofag. Netrofil dan makrofag melakukan fagositosis terhadap benda asing dan memproduksi berbagai mediator untuk menarik sel-sel inflamasi lain di daerah infeksi. Selanjutnya benda asing akan dihancurkan dengan mekanisme inflamasi.

2. Imunitas spesifik

Memiliki karakterisasi khusus antara lain kemampuannya untuk bereaksi secara spesifik dengan antigen tertentu; kemampuan membedakan antigen asing dengan antigen sendiri (nonself terhadap self) ; dan kemampuan untuk bereaksi lebih cepat dan lebih efesien terhadap antigen yang sudah dikenal sebelumnya. Respon imun spesifik ini terdiri dari dua sistem imun , yaitu imunitas seluler dan imunitas humoral. Imunitas seluer melibatkan sel limposit T, sedangkan imunitas humoral melibatkan limposit B dan sel plasma yang berfungsi memproduksi antibodi.

Aktivitas respon imun spesifik

Aktivitas sistem imun spesifik memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut sebagai antigen presenting sel

Indikasi imunosupresan

Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.

1. transplantasi organ
2. penyakit autoimun
3. pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus



Prinsip umum terapi imunosupresan

Prinsip umum penggunaan imunosupresan untukmencapai hasil terapi yang optimal adalah sebagai berikut:

1. Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon primer mencakup: pengolahan antigen oleh APC, sintesis limfokin, proliferasi dan diferensiasi sel-sel imun. Tahap ini merupakan yang paling sensitif terhadap obat imunosupresan. Sebaliknya, begitu terbentuk sel memori, maka efektifitas obat imunosupresan akan jauh berkurang.
2. Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun terhadap suatu antigen berbeda dengan dosis untuk antigen lain.
3. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir semua penyakit autoimun baru bisa dikenal setelah autoimuitas berkembang, sehingga relatif sulit di atasi.



IMUNOSTIMULAN

Imunostimulan ditunjukan untuk perbaikan fungsi imun pada kondisi-kondisi imunosupresi. Kelompok obat ini dapat memperngaruhi respon imun seluler maupun humoral. Kelemahan obat ini adalah efeknya menyeluruh dan tidak bersifat spesifik untuk jenis sel atau antibodi tertentu. Selain itu efekumumnya lemah. Indikasi imunostimulan antara lain AIDS, infeksi kronik, dan keganasan terutama yang melibatkan sistem lifatik. (Widianto B Matildha. 1987)

1. TERAPI HERBAL IMUNOMODULATOR

Nigella sativa L

Gambar 2. Jinten hitam (Nigella sativa L)

Diambil dari www.bh-froe.com/ZC/images/nigella%20sativa.jpg

1. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Ranunculales

Suku : Ranunculaceae

Marga : Nigella

Jenis : Nigella sativa

Nama umum/dagang: Jinten hitam

Nama umum : jinten ireng (Jawa), kalonji (India), Haba-ul-sauda (Arab), Black cumin (Ingris) (Anonim.2000 dan Gillani Anwar-ul Hassan dkk.2004)

2. Deskripsi tanaman

Habitus : semak, semusim, tinggi ± 30 cm

Batang : tegak, lurus, beralur, berwarna hijau kemerahan

Daun : tunggal, lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi,

pertulangan menyirip, berwarna hijau

Bunga : majemuk, bentuk karang, benang sari banyak, tangkai sari dan

kepala sari kuning, mahkota bentuk corong, berwarna putih

kekuningan

Buah : polong, bulat panjang, berwarna coklat kehitaman

Biji : kecil, bulat, warna hitam

Akar : tunggal, warna coklat (Anonim.2000)

3. Jenis yang ada

Terdapat 14 spesies tersebut diantaranya adalah : Nigella arvensis, Nigella ciliaris, Nigella damascena, Nigella hispanica, Nigella integrifolia, Nigella nigellastrum, Nigella orientalis, dan Nigella sativa.

4. Kandungan kimia

Biji jinten hitam mengnadung volatil oil yang berwarna kuning (22,7%), asam amino seperti albumin, globulin, lysin, leucin, isoleusin, valin, glysin, alanin phenylalanin, arginin, asparginin, cystine, glutamic acid, aspartic acid, isoleusin, prolin, serin, treonin, tryptopan, dan tyrosin, gula redusi, musilago, alkaloid, asam organik, tannin, resin, glukosida toksik, metarbin gykosida saponin, melanthin menyerupai helleborin, melanthiginin, abu, air dan asam arabik. Dalam biji juga ditemukan lemak, serat, mineral seperti Fe, Na, Cu, Zn, P,Ca dan vitamin seperti asam ascorbic, thiamin, niacin, piridoksin, dan asam folat.

Biji jinten hitam mengandung ester asam lemak: seperti asam palmitat, asam oleik, asam linoleik, dan asam dehidro stearik, terpenoid, alkohol alpipatik, dan ά-β-hidroksiketon tidak jenuh, sterol bebas, steril ester, steril glukosida dan glukosida steryl terasetilasi. Alkaloid yang telah diisolasi yaitu nigelliene, alkaloid isoquinolin,, nigellimin, dan alakaloid indazol, nigellidine. Juga mengandung lipase, phytosterol dan β-sitosterol.

Kandungan aktif biji jinten mencakup volatil oil yang terdiri dari carvone, keton tidak jenuh, terpen atau d-limonen yang dikenal dengan carvene, ά-pinen dan p- cymene. Kandungan aktif secara farmakologi pada volatile oil adalah thymoquinone, ditymoquinone, thymohidroquinone, dan thymol. Kandungan thmoquinone tertinggi sebesar 57,78% dimana air diberikan selama 12 hari. (Gillani Anwar-ul Hassan dkk, 2004)

5. Rumus Struktur Utama



Gambar 3. Struktur Kimia Utama Jinten hitam (Nigella sativa L)

Diambil dari WHO Monograph volume 1 1999(G63)

6. Khasiat dan kegunaan

Biji jinten hitam umumnya digunakan pada pengobatan tradisional, seperti diuretik, antihipertensi , memperbaiki proses pencernaan, antidiare, stimulan nafsu makan, emmenogogue, analgesik, anthelmintik, antibakteri dan digunakan untuk penyakit kulit. Jinten hitam juga telah dilakukan studi untuk aktivitas biologi dan memperlihatkan untuk antidiabetes, anticancer dan imunomodulator, analgesik, antimikroba, anti-inflamasi, spasmolitik, bronchodilatot, hepatoprotektive, antihipetensi, pelindung ginjal, dan antioksidan. (Gillani Anwar-ul Hassan dkk, 2004)

Hasil penelitian Medenica dkk. menunjukkan bahwa Nigella sativa L. mempunyai aktivitas immunomodulatory kuat dan aktivitas seperti interferon dan mampu menghambat cancer dan progresi sel endothelial dan menurunnya produksi angiogenic, faktor pertumbuhan protein fibroblastic oleh sel tumor.

7. Uji imunomodulator

Prinsip kerja

Diuji efek herbal melanin (ekstrak N.sativa) terhadap produksi 3 jenis sitokin: Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α); Interleukin 6 (IL-6) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) pada sel monosit manusia, periferal blood mononuclear cell (PBMC) dan sel THP-1. Sel mendapat perlakuan melalui berbagai macam variasi konsentrasi melanin. Diamati ekspresi TNF-2,IL-6,VEGF pada 3 jenis sel. Diamati sekresi protein pada supernatant kemudian dideteksi dengan RT-PCR dan ELISA

Preparasi dan karakterisasi herbal melanin dari n. Sativa

* Melanin diekstraksi dari kulit biji N. sativa melalui solubilisasi alkali dan agregasi asam. Dimurnikan dengan cara dicuci dengan air destilasi dan vacuum drying.
* Ekstrak dianalisis menggunakan ESR (Electron Spin Resonance),IR,UV-VIS, NMR, XRD, Fluroscence, uji kelarutan, komposisi asam amino dan analisis elemental.
* Ekstrak kering dilarutkan dalam larutan NaOH 0,1 M pada konsentrasi 1g/L. pH ekstrak ditetapkan pada 7,4 menggunakan HCl konsentrat dan disaring menggunakan filter ukuran 0,4µm. Larutan stok melanin untuk penggunaan eksperimental disiapkan dalam air destilasi pada konsentrasi 0,1-1 g/L.



Kondisi sel kultur

* Sel THP-1 monosit diperoleh dari American Type Culture Collection (ATCC, Rockville,MD,USA)
* Sel dipelihara dalam RPMI 1640 diberi nutrisi serum bovine fetal dan 1% penisilin-streptomicin dengan kelembaban 5% pada suhu 370C. 24 jam sebelum dipakai medium ditempatkan pada RPMI 1640 bebas serum untuk menghindari efek serum terhadap ekspresi gen.



Isolasi sel darah

* Darah dikumpulkan dari sukarelawan sehat (usia 22-45 tahun). Darah diambil secara aseptis, dikumpulkan dalam tabung steril yang mengandung EDTA.
* PBMC dipisahkan melalui Ficoll-paque density gradients.
* Monosit murni diperoleh melalui antiCD14-coated microbeads (kolom separasi)
* Dengan tes flowcytometer menggunakan ekspresi antigen CD-14 dan CD-45, menunjukkan 90% sel merupakan monosit.



Induksi dan analisis pada tingkat mRNA sitokin

* Monosit dan PBMC dicampur dengan larutan ekstrak herbal melanin pada konsentrasi 50 dan 100µg/mL. ekspresi mRNA TNF-alfa, IL-6 dan VEGF diuji 3 jam berikutnya. Sel THP-1 juga diperlakukan sama, hanya saja ekspresi mRNA TNF-alfa dilakukan 3 jam berikutnya dan IL-6 serta VEGF dilakukan setelah 24 jam
* Sebagai kontrol positif digunakan E.coli Lipopolisaccharide (LPS).
* Total RNA sel diekstraksi dari sel monosit, PBMC, dan THP-1 menggunakan reagen TRIzol.
* Amplifikasi cDNA sitokin menggunakan PCR. Produk yang dihasilkan dipisahkan pada gel agarose 2% menggunakan elektroforesis dan visualisasi dengan pengecatan Etidium bromida



Induksi dan analisis pada tingkat protein sitokin

* Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan apakah perubahan pada tingkat mRNA sitokin dikarenakan perlakuan dengan ekstrak sehingga menyebabkan perubahan juga pada produksi sitokin
* Sel ditambahkan ekstrak HM (10,50,100µg/mL) atau LPS (10 mg/mL) selama 24 jam sebelum supernatan diambil. Protein sitokin yang terdapat dalam supernatan diuji menggunakan ELISA
* Media RPMI 1640 digunakan sebagai kontrol negatif
* Kontrol tambahan diperoleh dengan menginkubasi 100µg HM dalam media RPMI selama 24 jam pada suhu 370C
* Rata-rata absorbansi dari 2x pengulangandihitung mneggunakan kurva standar. Konsentrasi ditentukan melalui ekstrapolasi kurva standar

.Uji toksisitas selular

* Toksisitas HM pada sel THP-1 ditentukan dengan uji proliferasi sel 3-(4,5 dimetiltiazol-2)-2, 5-difeniltetrazolium bromida (MTT).
* Sel ditempatkan pada medium dan diinkubasi , kemudian ditambahkan HM dengan konsentrasi 10,50, 100 µg/mL
* 24 jam sebelum time point, diberi reagen MTT 10 mL
* Setelah 2 jam dibiarkan dalam tempat yang gelap, diukur absorbansi pada 570 nm dengan ELISA (El-Obeid, A.,2006)
*

8. Uji toksisitas

Tenekoon melaporkan bahwa penggunaan oral N. sativa pada tikus jantan (Sprague–Dawley) slm 14 hari, menyebabkan peningkatan kadar enzim hepatic dan perubahan histopathological. Penggunaan campuran minyak N. sativa seeds berpotensi menimbulkan toksisitas pada mencit dan tikus dengan determinasi nilai LD50, perubahan biokimia, hematologi dan histopathologi. Toksisitas kronik dapat terjadi pada penggunaan oral dose 2 ml/kg body selama 12 minggu pada tikus, yang ditandai dengan terjadinya perubahan kadar enzim hepatic, peningkatan kadar serum cholesterol, triglyceride dan glucose, sedangkan jumlah leukocytes dan platelets menurun drastis dibandingkan nilai control, serta terjadi peningkatan kadar hematocrit dan hemoglobin. Fischer melaporkan bahwa penggunaan N sativa pada 344 tikus selama 14 minggu tidak menginduksi perubahan patologi liver, ginjal, limpa atau organ lain



Aloe vera (L.)


Gambar 4. Lidah buaya (Aloe vera L)

Diambil dari www.henriettesherbal.com

1. Klasifikasi

Divisi : Plantae

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocots

Bangsa : Asparagales

Suku : Asphodelaceae/Liliaceae

Marga : Aloe

Jenis : Aloe vera

Nama umum/dagang: Lidah buaya

2. Deskripsi tanaman

Habitus : tumbuhan liar di tempat yang berhawa panas

Batang : berbatang pendek tidak kelihatan karena tertutup oleh daun-daun

yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah

Daun : berbentuk pita dengan helaian yang memanjang, berdaging tebal,

tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan, bersifaat sukulen

(banyak mengandung air) dan banyak mengandung getah atau lendir

(gel). Bentuk menyerupai pedang dengan ujung meruncing,

permukaan dilapisi lilin, dengan duri lemas dipinggirnya. Panjang

mencapai 50 - 75 cm, berat 0,5 kg - 1 kg, daun melingkar rapat di

sekeliling batang bersaf-saf.

Bunga : berwarna kuning atau kemerahan berupa pipa yang mengumpul,

keluar dari ketiak daun, berukuran kecil, tersusun dalam rangkaian

berbentuk tandan, panjang mencapai 1 meter. Bunga biasanya

muncul bila ditanam di pegunungan

Akar : akar serabut yang pendek dan berada di permukaan tanah. Panjang

berkisar antara 50 - 100 cm.

3. Jenis yang ada

Aloe barbadensis Mill., Aloe chinensis Bak., A. elongata Murray, A. indica Royle, A.

officinalis Forsk., A. perfoliata L., A. rubescens DC, A. vera L. var. littoralis König ex Bak., A. vera L. var. chinensis Berger, A. vulgaris Lam

4. Kandungan kimia

Kandunga kimia dari Aloe terdiri dari mono- dan poli sakarida (glucomannan dan polisakarida yang terdiri dari arabinosa, galaktosa dan xylosa); tannins, sterols, organic acids, enzymes (terdiri dari cyclooxygenase), saponins, vitamins dan minerals, serta terdapat juga lemak (kolesterol, asam gamolenat dan asam arachidonat). Kandungan kimia terpenting adalah hydroxyanthrone derivatives, yang utama aloe-emodin-anthrone tipe 10-C-glucoside, barbaloin (aloin) (15–40%) (8, 13), hydroxyaloin (about 3%), Barbaloin (_aloin) campuran dari aloin A (10S) [1] dan B

(10R), aloinoside A dan B.

5. Rumus Struktur Utama



Gambar 5. Struktur Kimia Utama Lidah buaya (Aloe vera L)

Diambil dari WHO monographs on selected medicinal plants)

6. Khasiat dan kegunaan

Kandungan polisakarida dari A. vera menunjukkan aktivitas immunostimulant, yang berperan sebagi aktivasi adjuvant terhadap produksi antibody spesifik dan meningkatkan pelepasan interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor-a (TNF-a), dan interferon-c (INF-c). Pelepasan/release sitokin menstimulasi peningkatan mencapai 300% dalam replikasi fibroblast pada kultur jaringan dan meningkatkan fogositosis macrophage. Proliferasi fibroblasts diketahui memberikan respon terhadap luka bakar, ulcers, dan gangguan saluran cerna. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa perubahan sedikit dala struktur, berat molekul atau konformasi dari polisakarida mempunyai efek yang dramatic dalam hal potensiasi. Sebagai contoh perbedaan aktivitas antiviral pada xylo-mannans dari Nothogenia fastigiata.

7. Uji imunomodulator

Preparasi ekstrak

Daun Aloe vera dicuci dengan air sampai bersih kemudian dipotong-potong melintang. Bagian epidermis yang tebal dibuang sedangkan bagian gel padat diambil dan dihomogenkan. Campuran gel yang homogeny diliofiliasi dan diekstraksi dengan etanol (95%). Filtrat dikumpulkan dan dikeringkan pada rotary evaporator. Residu disimpan dalam tempat kering yang steril pada suhu 40C sebelum dipakai. Ekstrak disuspensikan kembali dalam air destilasi pada saat akan digunakan.

Hewan

Mencit Swiss albino dengan berat badan 25±2 gram. Mencit dipelihara pada lingkungan dengan temperatur 25±20 dengan siklus 12 jam gelap/terang, diberi makan dengan makanan pellet standar, dan air ad libitum.

Pengujian efek ekstrak terhadap sel darah putih (penghitungan)

Mencit dibagi menjadi 3 kelompok secara random, masing-masing kelompok 6 mencit. Mencit pada kelompok A (kelompok control) diberikan larutan garam (5 ml/kg,i.p). Mencit kelompok B dan C diberikan ekstrak AVG i.p dengan dosis 150 mg/kg dan 300 mg/kg selama 5 hari. Darah diambil pada vena ekor sebelum pemberian pertama dan setiap hari ketiga setelah dosis kelima sampai 1 bulan. Total sel darah putih ditentukan dengan menggunakan hemositometer.

Pengujian efek ekstrak terhadap produksi antibodi

Tiga kelompok mencit, masing-masing kelompok terdiri dari 6 mencit,diimunisasi dengan dengan 2,5 x 108 sel darah merah domba secara i.p. Hewan dari kelompok B1 dan C1 diberi ekstrak 150 mg/kg,i.p dan 300 mg/kg, i.p setiap hari selama 5 hari. Darah diambil dari vena kaudal sebelum dosis pertama dan setiap hari ke tiga setelah dosis kelima hingga 1 bulan. Titer antibody ditentukan dengan metode hemaglutinasi. Hewan pada kelompoka diberikan larutan garam (5ml/kg,i.p)

Pengujian efek ekstrak terhadap sel pembentuk plak

Tiga kelompok mencit masing-masing terdiri dari Sembilan mencit diimunisasi dengan 2,5 x 108 SRBC i.p. Mencit pada kelompok B2 dan C2 diberikan ekstrak 150 mg/kg,i.p dan 300 mg/kg,i.p setiap hari selama 5 hari. Kelenjar limpa diambil, kemudian diproses, kemudian jumlah sel pembentuk plak ditentukan menggunakan metode Jerne dan Nordin. Hewan pada kelompok control menerima larutan garam (5 ml/kg,i.p).

Pengujian terhadap aktivitas fagositik makrofag peritoneal

Makrofag peritoneal dengan sodium kaseinat diberikan pada tiga kelompok mencit yang telah diberi ekstrak AVG (150 mg/kg,i.p atau 300 mg/kg,i.p)setiap hari selama 5 hari berturut-turut, sementara hewan pada kelompok kontrol diberikan larutan garam. Makrofag kemudian dikultur pada hari kelima dan aktivitas fagosit diuji menggunakan metode Mehara dan Vaidya menggunakan opsonized SRBC.

8. Uji toksisitas

Gejala-gejala over dosis berupa diare dan kehilangan cairan dan elektrolit terutama terjadi pada anak-anak dan orang lanjut usia. A. vera dikontraindikasikan bagi pasien cramps, colic, haemorrhoids, nephritis, atau yang mengalami gangguan abdominal seperti nyeri, mual atau muntah, wanita hamil dan menyusui karena bersifat gastrointestinal stimulant anthraquinone suatu komponen yang aktif sebagai laxative.





Rhizoma Curcumae Longae



Gambar 4. Kunyit (Rhizoma Curcumae Longae)
Diambil dari From Wikipedia, the free encyclopedia


1. Klasifikasi

Divisi : Plantae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Curcuma

Jenis : Curcuma longa

Nama umum/dagang: Saffron (Inggris), Kurkuma (Belanda), Kunyit (Indonesia);

Kunir (Jawa), Koneng (Sunda), Konyet (Madura)

2. Deskripsi tanaman
1. Habitus : tanaman herbal tinggi mencapai 1.0 m; tegak, menfleshy, main rhizome nearly ovoid (about 3 cm in diameter and 4 cm long).
2. Batang : berbatang pendek tidak kelihatan karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah
3. Daun : berbentuk pita dengan helaian yang memanjang, berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan, bersifaat sukulen (banyak mengandung air) dan banyak mengandung getah atau lendir (gel). Bentuk menyerupai pedang dengan ujung meruncing, permukaan dilapisi lilin, dengan duri lemas dipinggirnya. Panjang mencapai 50 - 75 cm, berat 0,5 kg - 1 kg, daun melingkar rapat di sekeliling batang bersaf-saf.
4. Bunga : berwarna kuning atau kemerahan berupa pipa yang mengumpul, keluar dari ketiak daun, berukuran kecil, tersusun dalam rangkaian berbentuk tandan, panjang mencapai 1 meter. Bunga biasanya muncul bila ditanam di pegunungan
5. Akar : serabut berwarna coklat muda (Anonim. 2001 dan Anonim. 1999)



3. Jenis yang ada

Curcuma domestica Valeton., C. rotunda L., C. xanthorrhiza Naves, Amomum curcuma ( Anonim. 2001)

4. Kandungan kimia

Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin dan bisdesmetoksikurkumin dan zat- zat manfaat lainnya Kandungan Zat : Kurkumin : R1 = R2 = OCH3 10 % Demetoksikurkumin : R1 = OCH3, R2 = H 1 - 5 % Bisdemetoksikurkumin: R1 = R2 = H sisanya Minyak asiri / Volatil oil (Keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneol dan sineil ) Lemak 1 -3 %, Karbohidrat 3 %, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan garam-garam Mineral (Zat besi, fosfor, dan kalsium).

5. Rumus Struktur Utama




(Anonim. 199)


6. Khasiat dan kegunaan

Curcumin menghambat mediated IL-12 (interleukin 12) Th 1 yang tergantung pada neuronal demyelination dalam model murine model terhadap berbagai sklerosis oleh targeting Janus kinase 2, tyrosine kinase 2, STAT3 and STAT4. Curcumin secara spesifik melepaskan cytostatic dan efek cytotoxic terhadap tumor. Curcumin meningkatkan efek terhadap fungsi utama dari sel T, sel natural killer (NK), macrophages dan pada splenocytes total in-vivo. Varalakshmi dkk. melaporkan bahwa terjadi peningkatan efek immunomodulatory dalam hewan coba ascites-bearing. Studi ini memperkuat bahwa curcumin cukup aman dan dapat digunakan sebagai immunomodulator untuk system immune.

7. Uji imunomodulator



Uji in vivo efek immunomodulator curcumin dilakukan pada hewan coba tikus betina berat 100-150 g dengan usia 5-6 minggu. Pemberian curcumin dilakukan dengan injeksi (40 mg/kg/hari, i.p) selama 30 hari setiap interval 24 jam. Kelompok hewan coba terdiri dari: curcumin, curcumin+cyclosporine (CsA), CsA dan kelompok kontrol PBS. Pada hewan coba tikus, curcumin diberikan (40 mg/kg/tikus/24 jam selama 30 hari), cyclosporin A (10 mg/kg, i.p) diinjeksi 48 jam sebelum dikorbankan. (Varalakshmi Ch,et al. 2008)

Uji apoptosis sel tumor dengan flow cytomety

Induksi apoptosis pada sel tumor dan sel normal ditentukan dengan flow cytometry dengan pewarna propidium iodide, menunjukan bahwa induksi apoptosis pada CHO (Chines Hamster Ovary), rat skin fibroblat (RSF), human corneal epithel sel (HCE), rat lympohocyte dan hepatocyte yang beri curcumin gagal untuk diinduksi apoptosis, sedangkan induksi apoptosis pada beberapa cell line mengalami perubahan seperti MDAMB (breash carcinoma), OVCAR-8 (ovarian carcinoma), HepG2 (hepatocellular carcinoma) dan HL-60 (leukemia cell line). Induksi apoptosis curcumin pada semua sel tumor memberikan efek pada kultur utama atau tidak merubah sel pada kondisi yang sama. (Varalakshmi Ch,et al. 2008)


Uji lymphoproliferasi

Lymphoproliferasi disiapkan dari limpa kelompok kontrol, curcumin+cyclosporine A (CsA) dan curcumin atau CsA yang diinjeksi pada hewan coba dengan Ficoll-Hypaque gradient. 2x105 sel/sumur diinkubasi dengan ConA atau PHA (0,5 – 2,5 mg/mL) selama 48 jam diikuti dengan penambahan [3H] tymidinie (1mCi/sumur) dan diinkubasi hingga 24 jam. Sel kemudian di panen dan disatukan dengan radioaktif diukur dalam suatu Packard liquid scintillation counter. Dari hasil uji lymphoproliferasi memperlihatkan tidak ada perbedaan yang signifikan [3H] tymidinie antara kelompok perlakuan curcumin dan kontrol yang diamati secara in vitro.

Untuk mengecek kemampuan efek in vivo curcumin terhadap kemampuan proliferasi sel T, curcumin diinjeksi pada hewan coba (i.p) selama 30 hari dan splenocyte dari kelompok kontrol dan perlakuan injeksi-curcumin dipanen. Mitogen seperti PHA dan ConA diketahui secara spesifik dapat menginduksi proliferasi sel T. Lymphocyte dari kelompok kontrol dan hewan coba yang diinjeksi-curcumin di panen pada hari ke-30, dan dilakukan dengan perbedaan konsentrasi PHA (0, 1, dan 1.2 mg/mL). Hasil menunjukan peningkatan kemampuan lympoproliferasi sel T yang diamati pada hewan perlakuan injeksi curcumin. Selanjutnya untuk menkonfirmasi efek proliferasi curcumin secara in vivo, jumlah splenocyte di stimulasi dengan mitogen lain ConA (0 dan 2.0 mg/mL) dari hewan coba yang menerima curcumin hingga hari ke-20 dan 30. Seperti pada pengamatan dengan PHA, terjadi juga peningkatan efek lympoproliferasi yang meningkat dengan ConA. Konfirmasi dilakukan juga menggunakan immunosupresan cyclosporine A (CsA). Injeksi CsA memberikan hasil penurunan induksi proliferasi ConA sel T pada kelompok injeksi curcumin, juga memberikan efek yang tidak berarti pada kelompok kontrol. Peningkatan Ag-spesifik proliferasi sel T diamati juga pada hewan coba tikus yang diberi injeksi curcumin yang diinjeksi dengan sel tumor AK-5 sebagai sumber tumor Ag. (Varalakshmi Ch,et al. 2008)


Penentuan Reactive Oxygen Species (ROS)

Macrophag plate (Mfs) 2x106 sel/sumur dalam 150 mL phenol-red bebas IMDM dan anion superoksida ditetapkan dalam 80mM sitokrom C dengan/tanpa SOD (300 U/mL). Reduksi superoxide-induced pada ferrisitokrom ditetapkan dengan spektrofotometri pada 550 nm.

Hasil penentuan jumlah ROS secara ektraselluler tidak memberikan efek pada kelompok hewan coba yang diinjeksi dengan curcumin dibandingkan dengan kelompok kontrol. Efek null pada curcumin ini telah dikonfirmasi dalam isolat macrophage dari dua lokasi anatomi yang berbeda yaitu ruang peritoneal dan limpa. Pada hari ke-10 dan 20 terjadi peningkatan jumlah ROS secara intraselluler pada macrophage peritoneal, dimana pada hari ke-30 tingkatnya sama dengan kelompok kontrol. Pada macrophage limpa tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok injeksi-cucumin. ROS intraselluler yang tinggi dalam magrophage peritoneal pada hari ke-20 dan 30, memperlihatkan pencerminkan efek lokal curcumin dalam ruang peritoneal sejak efek yang sama tidak diamati pada splenic macrophage.

Pengamatan tingkat ROS secara intraselluler dilakukan juga pada hewan coba tikus dalam magrophage peritonel dan limpa yang mendapatkan curcumin, curcumin+CsA atau CsA. Dengan adanya CsA, meningkatkan jumlah ROS yang dapat ditemukan dalam magrophage peritoneal dan limpa pada hari ke-20 tetapi tidak ditemukan pada hari ke-30. Bagaimanapun peningkatan oksidatif juga diamati dengan CsA pada hari ke-20, karena data menujukan efek yang sinergis pada curcumin yang dihubungkan dengan CsA pada hari ke-20.

Evalusi modulasi pada ROS generation dalam Magrophage melalui curcumin dan tumor, kami mentransplantasi sel tumor AK-5 (i.p) pada kelompok kontrol dan injeksi curcumin (30 hari diberikan curcumin). Pada hari ke-5 setelah tumor ditransplantasi, tidak ada efek tumor AK-5 yang diamati ada jumlah ROS dalam limpa magrophage yang dibandingkan dengan kelompok kontrol. Jadi tingkat ROS pada transplantasi AK-5 pada injeksi-curcumin, tidak memberi efek perubahan. (Varalakshmi Ch,et al. 2008)



Penentuan efek Nitric Oxide (NO)

Macrophag (Mfs) yang dikultur selama 16 jam, 100 mL sel bebas supernatan merupakan aspirat dan mengandung NO yang diukur menggunakan reagen Griess. Absorbansinya pada 540 nm yang diukur menggunakan ELISA reader. Dari hasil penentuan efek NO, tidak ada perbedaan signifikan yang terlihat antara kemampuan sekresi NO antara kelompok kontrol dengan injeksi-curcumin pada kedua macrophage pertitoneal dan limpa. (Varalakshmi Ch,et al. 2008)

Uji sitotoksik

Pengaruh curcumin terhadap kemampuan sitotoksik sel NK (Natural Killer Cell), isolat sel NK dari hewan coba kelompok kontrol dan injeksi-curcumin pada hari yang berbeda (10, 20, dan 30) dan memperlihatkan kemampuan terhadap sel tumor YAC-1 dalam 4 jam dengan 51Cr release assay. Sel NK limpa dari kelompok kontrol dan injeksi-curcumin membuktikan tingkat yang sama pada sitotoksik terhadap target YAC-1 pada 100:1. Injeksi CsA menghilangkan fungsi sitotoksik pada isolat sel NK dari kelompok kontrol dan injeksi-curcumin. (Varalakshmi Ch,et al. 2008)

Enzyme linked immunofiltration assay

Sitokin dalam sera pada kelompok hewan coba kelompok kontrol, curcumin, curcumin+Cyclosporine (CsA) atau CsA ditetapkan dengan mAbs spesifik menggunakan enzyme linked immunofiltration assay (ELIFA).

Hasil efek immunomodulator curcumin ditentukan dalam istilah tingkat sitokin dalam sampel serum kelompok kontrol dan injeksi-curcumin pada hari yang berbeda. Penentuan dilakukan terhadap IL-2, IL12 dan IFN-g dalam sampel serum. Semua, variasi kurang mempengaruhi tingkat IL-2 dan IFNg antara kelompok kontrol dan injeksi-curcumin. Tingkat yang lebih tinggi ditunjukan pada IL-12 pada kelompok injeksi-curcumin pada hari ke-10 dan 20 yang dibandingkan dengan kontrol pada hari ke-30. Kelompok kontrol dan injeksi-curcumin yang diberikan CsA, tidak menujukan hasil perubahan yang signifikan. Bagaimanapun, injeksi CsA pada kedua kelompok menyebabkan penurunan yang sama dalam tingkat sirkulasi IL-2 pada dosis curcumin yang digunakan tidak menginterferensi dengan produk normal IL-2. Profil konsentrasi IL-12 dan IFN-γ dalam kelompok kontrol yang diinjeksi CsA sama pada CsA dan injeksi-curcumin yang ditunjukan secara in-vivo tidak memberikan efek pada tingkat sitokin. (Varalakshmi Ch,et al. 2008)

8. Uji toksisitas

Tidak terlihat toksik pada pemberian secara per oral pada dosis tunggal ekstrak etanol turmerik 0,5; 1 atau 3 g/Kg BB mencit, atau serbuk turmerik 2,5 g/kg atau ekstrak etanol 300 mg/kg untuk tikus, kelinci dan monyet. Dosis tunggal curcumin 1-5 g/kg BB mengurangi efek toksik pada tikus.

Tidak ada kematian yang dapat diamati setelah pemberian curcumin pada mencit untuk dosis tunggal atau intraperitonial pada 2,0 g/kg BB.

Nilai LD50 akut intraperitonial pada mencit untuk fraksi petroleum eter, alkohol dan air dari turmerik dan pada curcumin ditetapkan pada 0,525; 3,980; 0,430; dan 1,5 g/kg BB secara berturut-turut. (Anonim. 2003)

Jumat, 30 Oktober 2009

Dari Nietzsche Ke Olimpiade Sastra

Pada tahun 1876, sebuah festival diselenggarakan di Bayreuth atas
prakarsa King Ludwig II, Bavaria, untuk menggelar karya-karya
komposisi Richard Wagner. Seorang filsuf tak dikenal pada waktu itu
diundang untuk menghadiri festival ini.

Filsuf itu hadir di festival Bayreuth karena, selain sebagai sahabat
dekat sang komposer, dia memang penggemar berat karya-karya Richard
Wagner. Namun, apa yang disaksikannya di Festival Bayreuth itu justru
membuat dia jatuh pingsan di tengah keramaian.

Apa yang terjadi dalam festival itu sungguh mengguncang sistem
pemikiran sang filsuf sehingga membuat dia menelaah kembali secara
kritis apa yang disaksikannya di festival itu.

Kegundahan intelektualitasnya membuahkan dua karya pemikiran filsafat
yang sangat terkenal, yakni Human, All-too- Human dan Ecce Homo. Dua
karya yang mengecam habis-habisan kemerosotan kebudayaan dan
kebobrokan moralitas kelas borjuis. Hubungan filsuf ini dengan
panutannya, Richard Wagner, sejak saat itu meretak. Filsuf ini bernama
Nietzsche.

Hari ini kita paham cikal bakal kegundahan Nietzsche pada Wagner dan
Festival Bayreuth berlandasan pada kemuakkannya pada orang-orang
borjuis yang dianggap terlalu mengagung-agungkan seorang pencipta
karya seni. Juga frustrasi sekaligus kekecewaannya pada Richard Wagner
yang, di matanya terlihat sebagai seorang seniman sejati, semestinya
tidak membiarkan dirinya dielu-elu bagaikan seorang mahadewa.

Dua abad kemudian kita perlu mengutak-atik kembali pemikiran
Nietzsche. Di abad ke-21 ini hanya para rocker dan bintang layar lebar
Hollywood yang menikmati layanan istimewa seperti yang disesalkan oleh
Nietzsche itu. Pemikir, ilmuwan, komposer, bahkan rupawan paling
terkenal sekalipun saat ini tidak bisa lagi mengimbangi kejayaan yang
pernah dinikmati oleh Sartre, Einstein, Wagner atau- pun Picasso pada
masanya. Saya yakin hanya sejumput manusia yang kenal baik nama-nama
ini: W.G. Sebald, Garrett Lisi, Alain Badiou, dan Gerhard Richter.

W.G. Sebald adalah penulis sastra yang dianggap salah satu penulis
terbesar saat ini. Garrett Lisi dengan makalahnya, A Very Simple
Theory of Everything, dianggap fisikawan yang telah menemukan sebuah
solusi elegan untuk menyatukan teori relativitas dan teori partikel
yang telah mengganggu para ilmuwan sejak masa Einstein.

Alain Badiou adalah seorang filsuf yang dianggap berhasil
mengembalikan filsafat ke jalur baru, sejak filsafat diluluhlantakkan
oleh para pemikir pascamodern. Gerhard Richter adalah rupawan Jerman
yang dianggap rupawan paling hebat di masa ini.

Hari ini mereka hanya dikenal sebagai dewa di kelompok masing-masing.
Bagi orang awam, mereka hanya nama-nama tidak berarti sama sekali.
Pada saat ini, hampir mustahil, seorang pemikir bisa menggapai
ketenaran yang begitu berpengaruh seperti Sartre ataupun mereka yang
nama-nama saya sebutkan di atas.

Wacana yang menyerpih

Di era serba fragmentaris ini, yang digambarkan oleh Nietzsche sebagai
abad “Tuhan yang telah mati” , sangatlah sulit bagi seorang seniman,
ilmuwan atau- pun pemikir besar untuk mendominasi wacana publik. Suara
orang-orang istimewa ini sudah kehilangan geregetnya. Walaupun
internet memungkinkan kita menyebarluaskan sebuah wacana ke seluruh
dunia dalam sekejap, ia juga berhasil memecahbelahkan pusat perhatian
dunia sehingga dampak sebuah wacana menjadi serpihan-serpihan tak berarti.

Di dunia cerai-berai seperti sekarang ini, komik, seni rupa, seni
performa, apa saja yang mudah dicerna dan tidak membuat jidat mengerut
menjadi penguasa di bidangnya. Alasannya sangat sederhana, mereka
mempunyai daya tarik massal yang tinggi. Semakin berpengaruh massa
itu, semakin sederhana tuntutan manusia pada sebuah karya seni.

Manusia modern tidak lagi memiliki waktu untuk menafsir sebuah karya
seni secara saksama. Semuanya harus supra cepat dan tidak bertele-tele.

Maka kapasitas berpikir dan daya ingat pun menjadi semakin dangkal dan
manusia pun kehilangan toleransi dan kesabaran. Dalam list bestseller
New York Times sekarang nama-nama seperti John Grisham dan Daniel
Steele mendominasi.

Di zaman sekarang, asal kasar, melawan konvensi dan tebal muka,
karya-karya tersebut akan diserap langsung oleh masyarakat.

Dalam keadaan seperti ini, maka tidak heran dan perlu kita syukuri
keagresifan negara-negara berkembang dalam mempromosikan kebudayaan
dan pencipta seni ataupun pemikirnya. Mereka dianggap sebagai
aset-aset nasional yang perlu didukung karena mereka menonjolkan
kebudayaan dan memperkenalkan keunikan peradaban masing-masing negara,
yang pada ujungnya merupakan sebuah tindakan yang bersifat politis dan
pragmatis karena ia meningkatkan turisme dan pemasukan devisa. Apa
yang ditakutkan oleh Nietzsche, dua abad kemudian menjadi sebuah hal
yang perlu kita dukung secara mutlak.

Di negara-negara yang lebih maju, di mana bergelimang kekayaan
pribadi, banyak filantropis yang bermunculan. Kepedulian mereka tidak
hanya di tingkat kepantasan seorang individu mengembalikan ke
negaranya apa yang telah mereka keruk darinya. Alasan mereka kini jauh
lebih pribadi dan mendalam: bagi sebagian filantropis urusannya bukan
lagi altruisme, tetapi sebuah kecintaan mendalam pada bidang-bidang
kesenian yang mereka dukung. Beberapa nama belakangan bermunculan
menjadi pahlawan filantropis: Bill Gates, Oprah Winfrey, dan Maurice
Saatchi.

Agresivitas budaya

Tidak heran bila kemudian kita menyaksikan pertumbuhan yang begitu
dahsyat di berbagai bidang kesenian dan kebudayaan di negara-negara
yang begitu agresif membelanya. Mengikuti jejak negara tetangganya,
Jepang, Korea secara agresif mempromosikan kebudayaannya di negara kita.

Negara-negara Eropa sudah bertahun-tahun mempromosikan kebudayaan dan
keseniannya di negara kita. Negara-negara Amerika Latin seperti Cile
dan Brasil juga tidak mau kalah dalam mempromosikan keunikan
kebudayaan mereka. Melalui prakarsa yayasan Pablo Neruda, misalnya,
Cile pernah memberikan Pramoedya Ananta Toer sebuah penghargaan.
Brasil saat ini sedang mempromosikan Capoera dan kulinernya kepada
masyarakat kita.

Di negeri ini, sebuah aksi agresif yang mendayagunakan produk budaya
sebagai senjata utama penegakan karakter dan integritas sebuah bangsa
tidak tampak dalam setiap kebijakan publik maupun jargon para calon
pemimpin yang sibuk untuk dipilih belakangan ini.

Tak ada semacam strategi kebudayaan yang kuat, visioner, dan
progresif. Kesenian sebagai produk budaya terpenting menjadi komoditas
alientif dalam retorika politik-ekonomi kita yang riuh. Terlebih
kesusastraan, sebagai satu puncak kesenian, mendapatkan apresiasi yang
hampir nol di kalangan elite kita.

Belum lagi posisinya yang tak hanya terpojok karena desakan teknologi
digital seperti video games dan perangkat informasi-komunikasi, sastra
pun menjadi bidang yang dianggap kurang menjanjikan oleh orang muda
saat ini. Penulis-penulis sastra serius harus berjuang mati-matian
untuk bisa mencukupi keperluan sehari-hari hanya untuk sekadar
bertahan hidup dan setia pada profesi. Dan terlalu minim kebijakan
publik yang mau menyentuh hal itu. Kemiskinan sastra terjadi sudah
secara struktural; tertolong karena kegigihan para aktivis/pelakunya saja.

Oleh karenanya, di tengah ribut kita pada upaya promosional dengan
program binaan atau penyelenggaraan berbagai olimpiade sains, betapa
bermartabatnya bila juga diikuti oleh sebuah ide bagi penyelenggaraan
sebuah olimpiade sastra. Yang melibatkan segala lapisan masyarakat
luas, yang tak hanya menggalakkan apresiasi dan penciptaan sastra,
tetapi juga kian meneguhkan karakter kebudayaan kita yang dihargai
dunia sejak beberapa milenia lalu. Dalam gelapnya, sastra memerlukan
bintang-bintang yang menyelamatkan pelayarannya.

Dimuat di Kompas 11 Oktober.

Minggu, 22 Februari 2009

OBAT ANALGESIK ANTIPIRETIK

OBAT ANALGESIK ANTIPIRETIK
Obat saraf dan otot golongan analgesik atau obat yang dapat menghilangkan rasa sakit/ obat nyeri sedangkan obat antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh.
.
Analgesik sendiri dibagi dua yaitu :
1. Analgesik opioid / analgesik narkotika Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.

Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.
.
Ada 3 golongan obat ini yaitu :

Obat yang berasal dari opium-morfin,
Senyawa semisintetik morfin, dan
Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
2. Analgesik lainnya, Seperti golongan salisilat seperti aspirin, golongan para amino fenol seperti paracetamol, dan golongan lainnya seperti ibuprofen, asam mefenamat, naproksen/naproxen dan banyak lagi. Berikut contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia :

Paracetamol/acetaminophen
Merupakan derivat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektivitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.

Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.

Asam mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.

Tramadol
Tramadol adalah senyawa sintetik yang berefek seperti morfin. Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah hingga parah. Sediaan tramadol pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri menengah hingga parah yang memerlukan waktu yang lama. Minumlah tramadol sesuai dosis yang diberikan, jangan minum dengan dosis lebih besar atau lebih lama dari yang diresepkan dokter. Jangan minum tramadol lebih dari 300 mg sehari.

Benorylate
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap Sindrom Reye.

Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker.
Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.

Naproxen
Naproxen termasuk dalam golongan antiinflamasi nonsteroid. Naproxen bekerja dengan cara menurunkan hormon yang menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri di tubuh.
Obat lainnya
Metamizol, Aspirin (Asetosal/ Asam asetil salisilat), Dypirone/Methampiron, Floctafenine, Novaminsulfonicum, dan Sufentanil.

Sabtu, 21 Februari 2009

JANTUNG BERDEBAR DISERTAI KEPANASAN DAN SULIT TIDUR HORMON

JANTUNG BERDEBAR DISERTAI KEPANASAN DAN SULIT TIDUR
HORMON
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh. Apabila sampai pada suatu organ target, maka hormon akan merangsang terjadinya perubahan. Pada umumnya pengaruh hormon berbeda dengan saraf. Perubahan yang dikontrol oleh hormon biasanya merupakan perubahan yang memerlukan waktu panjang. Contohnya pertumbuhan dan pemasakan seksual.
I. ORGAN-ORGAN YANG MENGHASILKAN HORMON
1. Hipofisis
Hipofisis, organ kecil yang menjuntai di bawah dasar otak, adalah sebuah kelenjar yang banyak berperan dalam aktivitas berbagai hormon. Kelenjar yang hanya berbobot 0,5 gr ini terlindung dalam ruang yang dikenal sebagai sella tursika atau fossa hipofisis di dasar tengkorak. Hipofisis terdiri atas 2 lobus, anterior dan posterior dan secara anatomis berhubungan langsung dengan hipotalamus. Hipotalamus sendiri terbagi atas 3 zona yaitu lateral, medial dan paraventrikuler. Magnocellular neurosecretory cells, salah satu kelompok sel pada zona paraventrikuler hipotalamus, memiliki axon yang berjalan turun ke hipofisis lobus posterior.
Magnocellular neurosecretory cells, melepaskan 2 macam neurohormon, oksitosin dan vasopresin ke dalam sirkulasi. Oksitosin dilepaskan saat proses persalinan dan menyebabkan uterus berkontraksi. Hormon ini juga menstimulasi keluarnya air susu dari kelenjar mammae. Oksitosin juga dapat dilepaskan dengan sensasi somatik yang diakibatkan oleh hisapan bayi saat sedang disusui. Vasopresin, juga disebut dengan antidiuretic hormone (ADH) berperan dalam regulasi cairan dan osmolaritas. Dalam keadaan dehidrasi di mana volume darah menurun dan osmolaritas meningkat, vasopresin akan dilepaskan dan akan memerintahkan ginjal untuk meretensi cairan dan mengurangi produksi urin.
Tidak seperti lobus posterior, lobus anterior hipofisis adalah kelenjar yang menghasilkan bermacam-macam hormon yang bertugas meregulasi sekresi hormon-hormon kelenjar lain. Kelenjar-kelenjar berikut ini bekerja di bawah pengaruh hipofisis: gonad, adrenal, tiroid dan mammae. Sedemikian luasnya peran hipofisis membuat kelenjar ini mendapat julukan “Master of Gland”. Meskipun demikian, hipofisis anterior tetap di bawah kontrol hipotalamus yang diperankan oleh parvocellular neurosecretory cells di zona paraventrikuler.
Berikut ini adalah hormon yang dihasilkan oleh hipofisi lobus anterior dan efek yang ditimbulkannya.

Hormon Target Efek
Follicle-stimulating hormone (FSH) Gonad Ovulasi, spermatogenesis
Luteinizing hormone (LH) Gonad Ovulasi, maturasi sperma
Thyroid-stimulating hormone (TSH) atau thyrotropin Tiroid Sekresi tiroksin (meningkatkan metabolisme)
Adrenocoticotropic hormone (ACTH) atau corticotropin Korteks adrenal Sekresi kortisol
Growth hormone (GH) Semua sel Stimulasi sintesa protein
Prolaktin Mammae Produksi dan sekresi air susu

Hipotalamus berkomunikasi dengan lobus anterior hipofisis melalui hormon yang dilepaskan ke pembuluh darah kecil yang berjalan turun ke hipofisis anterior melalui tangkai hipofisis. Hubungan yang demikian ini dikenal sebagai hypothalamo-pituitary portal circulation. Hormon yang dilepaskan adalah sebagai berikut:

Thyrotropin releasing hormone (TRH) = TSH-RH
Corticotropin releasing hormone (CRH)
Gonadotropin releasing hormone (GnRH) = LH-RH
Growth hormone releasing hormone (GH-RH)
Growth hormone release inhibiting hormone (GH-RIH) = somatostatin
Prolactin releasing factor (PRF)
Prolactin release inhibiting factor (PIF)
Melanocyte stimulating hormone releasing factor (MSH-RF)
Melanocyte stimulating hormone release inhibiting factor (MSH-RIF)

Hormon-hormon tersebut dikenal sebagai hypophysiotropic hormone. Apabila hormon hormon ini dilepaskan akan terjadi perubahan besar baik dalam fisiologi tubuh maupun otak manusia. Sebagai contoh, dalam kondisi stress psikis, periventrikuler hipotalamus akan melepaskan CRH ke hypothalamo-pituitary portal circulation yang akan memicu dikeluarkannya ACTH ke sirkulasi. ACTH akan menstimulasi keluarnya kortisol dari kelenjar adrenal. Kortisol akan menimbulkan banyak efek seperti inhibisi sistem imun, mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak, protein, sistem kardiovaskuler dan lain sebagainya. Kortisol yang bersifat lipofilik ini dapat melewati sawar darah otak. Di otak hormon ini akan berikatan dengan reseptor yang mengirimkan sinyal ke hipotalamus untuk menghentikan pelepasan CRH sehingga kadar kortisol dalam darah tidak terus meningkat. (red/estiasari)


Anatomi Hipofisis
Terletak di os sphenoid, dorsal terhadap rongga hidung dan mata. Terdiri atas lobus anterior dan posterior. Lobus anterior disebut juga adenohypophysis. Kelenjar ini mempengaruhi kelenjar-kelenjar lain (headnucleus). Lobus posterior disebut juga neurohypophysis.

Histologi Hipofisis
Disebut juga sebagai kelenjar Masterglands. Bentuk ovoid, 1 x 1.5 x 0.5 cm. Letak dalam Sela Tursika. Vaskularisasi : Arteri Hipofisialis inferior, Arteri Hipofisialis Superior. Inervasi oleh Tractus Hipotalamus Hipofisealis.
Dengan Pewarnaan H.E Pada hipofisis pars anterior terdapat:
• Sel α (asidofil): bergranula merah. Sel ini paling banyak di hipofisis pars anterior. Dengan pewarnaan M.A. dapat dibedakan:
- Sel Orangeofil atau Sel Alfa Asidofil
- Sel Karminofil atau Sel Epsilon Asidofil

• Sel β (basofil): bergranula berwarna kebiru-biruan. Sel ini berada di antara sel α.
• Sel kromofob: tidak berwarna/jernih, karena tidak mempuyai granula.
2. Kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia. Fungsinya ialah mengeluarkan hormon tiroid. Antara hormon yang terpenting ialah Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3). Hormon-hormon ini mengawal metabolisma (pengeluaran tenaga) manusia.
Anatomi dan struktur
Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan dan satu lagi disebelah kiri. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur ( yang dinamakan isthmus atau ismus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pir. Kelenjar tiroid mempunyai satu lapisan kapsul yang tipis dan pretracheal fascia. Pada keadaan tertentu kelenjar tiroid aksesoria dapat ditemui di sepanjang jalur perkembangan embriologi tiroid. Struktur ismus atau isthmus yang dalam bahasa latin artinya penyempitan merupakan struktur yang menghubungkan lobus kiri dan kanan. Posisinya kira-kira setinggi cincin trakea 2-3 dan berukuran sekitar 1,25 cm. Anastomosis di antara kedua arteri thyroidea superior terjadi di sisi atas ismus, sedangkan cabang-cabang vena thyroidea inferior ber-anastomosis di bawahnya. Pada sebagian orang dapat ditemui lobus tambahan berupa lobus piramidal yang menjulur dari ismus kebawah.
• Vaskularisasi
Darah ke kelenjar tiroid dibekalkan oleh arteri superior thyroid yang merupakan cabang pertama arteri external carotid(ECA). Arteri ini menembusi pretracheal fascia sebelum sampai ke bahagian superior pole lobe kelenjar tiroid. Saraf laryngeal terletak berhampiran(di belakang) arteri ini, jadi jika dalam pembedahan tiroidektomi, kemungkinan besar saraf ini terpotong jika tidak berhati-hati.
Kelenjar tiroid juga dibekalkan oleh arteri inferior thyroid yang merupakan cabang daripada thyrocervical trunk(cabang daripada arteri subclavian). Dalam 3% populasi manusia, terdapat satu lagi arteri ke kelenjar tiroid, iaitu arteri thyroid ima.
Histologi kelenjar tiroid
Terdiri dari pseudolobuli. Pseudolobulus terdiri dari folikel-folikel yang dibatasi oleh sel folikel. Didalam lumennya berisi koloid. Sel-sel folikel umumnya berbentuk ubis. Sel Parafolikuler (sel follikular yang lebih besar dan tampak lebih pucat) terletak diantara sel follikular dengan membrana basalis, menghasilkan hormon calcitonin.
Fisiologi
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (triiodotiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain seperti T2.
T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah.
Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (tiroid releasing hormon)dan TSH (tiroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)- kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh karena itu hal yang mengganggu jalur diats akan mentyebabkan produksi T3 dan T4
3. Paratiroid
Kelenjar paratiroid menempel pada bagian anterior dan posterior kedua lobus kelenjar tiroid oleh karenanya kelenjar paratiroid berjumlah empat buah. Kelenjar ini terdiri dari dua jenis sel yaitu chief cells dan oxyphill cells. Chief cells merupakan bagian terbesar dari kelenjar paratiroid, mensintesa dan mensekresi hormon paratiroid atau parathormon disingkat PTH.
Parathormon mengatur metabolisme kalsium dan posfat tubuh. Organ targetnya adalah tulang, ginjal dan usus kecil (duodenum). Terhadap tulang, PTH mempertahankan resorpsi tulang sehingga kalsium serum :neningkat. Di tubulus ginjal, PTH mengaktifkan vitamin D. Dengan vitamin D yang aktif akan terjadi peningkatan absorpsi kalsium dan posfat dari intestin. Selain itu hormon inipun akan meningkatkan reabsorpsi Ca dan Mg di tubulus ginjal, meningkatkan pengeluaran Posfat, HCO3 dan Na. karena sebagian besar kalsium disimpan di tulang maka efek PTH lebih besar terhadap tulang. Factor yang mengontrol sekresi PTH adalah kadar kalsium serum di samping tentunya PTSH

4. Struktur dan fungsi kelenjar Pankreas
Pankreas terletak di retroperiotoneal rongga abdomen bagian atas, dan terbentang horizontal dari cincin duodenal ke lien. Panjang sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5-5 cm. mendapat pasokan darah dari arteri mensenterika superior dan splenikus.
Pankrea berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin. Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh pulau-pulau Langerhans. Pulau-pulau Langerhans terdiri tiga jenis sel yaitu; sel alpha yang menghasilkan yang menghasilkan glukoagon, sel beta yang menghasilkan insulin, dan sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum jelas diketahui.
Organ sasaran kedua hormon ini adalah hepar, otot dan jaringan lemak. Glukagon dan insulin memegang peranan penting dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat ,dipengaruhi oleh kedua hormon ini. Fungsi kedua hormon ini saling bertolak belakang. Kalau secara umum, insulin menurunkan kadar gula darah sebaliknya untuk glukagon meningkatkan kadar gula darah. Perangsangan glukagon bila kadar gula darah rendah, dan asam amino darah meningkat. Efek glukoagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan epinefrin.Dalam meningkatkan kadar gula darah, glukagon merangsang glikogenolisis (pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta meningkatkan glukoneogenesis (pemecahan glukosa dari yang bukan karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon meningkatkan lipolisis (pemecahan lemak).Dalam menurunkan kadar gula darah, insulin sebagai hormon anabolik terutama akan meningkatkan difusi glukosa melalui membran sel di jaringan. Efek anabolik penting lainnya dari hormon insulin adalah sebagai berikut:a. Efek pada hepar1) Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa2) Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis3) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas di heparb. Efek pada otot1) Meningkatkan sintesis protein2) Meningkatkan transportasi asam amino3) Meningkatkan glikogenesisc.
Efek pada jaringan lemak:
1) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
2) Meningkatkan penyimpanan trigliserida
3) Menurunkan lipolisis
5. Struktur dan Fungsi Kelenjar Adrenal

Terletak di kutub atas kedua ginjal. Disebut juga sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya di atas ginjal. Dan kadang juga disebut sebagai kelenjar anak ginjal karena menempel pada ginjal.
Kelenjar adrenal terdiri dari dua lapis yaitu bagian korteks dan bagian medulla. Keduanya menunjang dalam ketahanan hidup dan kesejahteraan, namun hanya korteks yang esensial untuk kehidupan.
a. Korteks adrenal.
Korteks adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon adrenokortikal dapat menyebabkan kematian. Korteks adrenal mensintesa tiga kelas hormon steroid yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid (pada manusia terutama adalah aldosteron) dibentuk pada zona glomerulosa korteks adrenal. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktivitas fisiologik ini selanjutnya membantu dalam mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung. Defisiensi mineralokortikoid (penyakit Addison’s) mengarah pada hipotensi, hiperkalemia, penurunan curah jantung, dan dalam kasus akut, syok. Kelebihan mineralokortikoid mengakibatkan hipertensi dan hipokalemia.

c. Glukokortikoid
Glukokortikoid dibentuk dalam zona fasikulata. Kortisol merupakan glukokortikoid utama pada manusia. Kortisol mempunyai efek pada tubuh antara lain dalam: metabolisms glukosa (glukosaneogenesis) yang meningkatkan kadar glukosa darah; metabolisme protein; keseimbangan cairan dan elektrolit; inflamasi dan imunitas; dan terhadap stresor.d. Hormon seks Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis. Umumnya adrenal mensekresi sedikit androgen dan estrogen dibandingkan dengan sejumlah besar hormon seks yang disekresi oleh gonad. Namun produksi hormon seks oleh kelenjar adrenal dapat menimbulkan gejala klinis. Misalnya, kelebihan pelepasan androgen menyebabkan virilisme. sementara kelebihan pelepasan estrogen (mis., akibat karsinoma adrenal menyebabkan ginekomastia dan retensi natrium dan air.


6. Struktur dan Fungsi Kelenjar Gonad
Terbentuk pada minggu-minggu pertama gestasi dan tampak jelas pada minggu kelima. Difrensiasi jelas dengan mengukur kadar testosteron fetal terlihat jelas pada minggu ke tujuh dan ke delapan gestasi. Keaktifan kelenjar gonad terjadi pada masa prepubertas dengan meningkatnya sekresi gonadotropin (FSH dan LH) akibat penurunan inhibisi steroid.

a. Testes
Dua buah testes ada dalam skrotum. Testis mempunyai dua fungsi yaitu sebagai organ endokrin dan organ reproduksi. Menghasilkan hormone testosteron dan estradiol dibawah pengaruh LH. Testosteron diperlukan untuk mempertahankan spermatogenesis sementara FSH diperlukan untuk memulai dan mempertahankan spermatogenesis.Estrogen mempunyai efek menurunkan konsentrasi testosteron melalaui umpan balik negatif terhadap FSH sementara kadar testosteron dan estradiol menjadi umpan balik negatif terhadap LH. Fungsi testis sebagai organ reproduksi berlangsung di tubulus seminiferus.Efek testosteron pada fetus merangsang diferensiasi dan perkembangan genital ke arah pria. Pada masa pubertas hormon ini akan merangsang perkembangan tanda-tanda seks sekunder seperti perkembangan bentuk tubuh, pertumbuhan dan perkembangan alat genital, distribusi rambut tubuh, pembesaran laring dan penebalan pita suara serta perkembangan sifat agresif. Sebagai hormon anabolik, akan merangsang pertumbuhan dan penutupan epifise tulang.


b. Ovarium
Seperti halnya testes, ovarium juga berfungsi sebagai organ endokrin dan organ reproduksi. Sebagai organ endokrin, ovarium menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Sebagai organ reproduksi, ovarium menghasilkan ovum (sel telur) setiap bulannya pada masa ovulasi untuk selanjutnya siap untuk dibuahi sperma. Estrogen dan progesteron akan mempengaruhi perkembangan seks sekunder, menyiapkan endometrium untuk menerima hasil konsepsi serta mempertahankan proses laktasi.
Estrogen dibentuk di sel-sel granulosa folikel dan sel lutein korpus luteum. Progesteron juga dibentuk di sel lutein korpus luteum.
II. MEKANISME HORMONAL
Organisme multiseluler memerlukan mekanisme untuk komunikasi antar sel agar dapat memberi respon dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan eksterna dan interna yang selalu berubah.
Sistem Endokrin dan susunan saraf merupakan alat utama dimana tubuh mengkomunikasikan antara berbagai jaringan dan sel. Sistem saraf sering dipandang sebagai pembawa pesan melalui system structural yang tetap. System endokrin di mana berbagai macam hormone diekskresikan oleh kelenjar spesifik, diangkut sebagai pesan yang bergerak untuk bereaksi pada sel atau organ targetnya.
SEKRESI HORMONAL
Hormon merupakan mediator kimia yang mengatur aktivitas sel / organ tertentu. Dahulu sekresi hormonal dikenal dengan cara dimana hormon disintesis dalam suatu jaringan diangkut oleh sistem sirkulasi untuk bekerja pada organ lain disebut sebagai fungsi Endokrin
Ini bisa dilihat dari sekresi hormon Insulin oleh pulau β Langerhans Pankreas yang akan dibawa melalui sirkulasi darah ke organ targetnya sel-sel hepar.
Sekarang diakui hormon dapat bertindak setempat di sekitar mana mereka dilepaskan tanpa melalui sirkulasi dalam plasma di sebut sebagai fungsi Parakrin, digambarkan oleh kerja Steroid seks dalam ovarium, Angiotensin II dalam ginjal, Insulin pada sel α pulau Langerhans.Hormon juga dapat bekerja pada sel dimana dia disintesa disebut sebagai fungsi Autokrin. Secara khusus kerja autokrin pada sel kanker yang mensintesis berbagai produk onkogen yang bertindak dalam sel yang sama untuk merangsang pembelahan sel dan meningkatkan pertumbuhan kanker secara keseluruhan.
RESEPTOR HORMON
Konsentasi hormon dalam cairan ekstrasel sangat rendah berkisar 10-15 –10-9. Sel target harus membedakan antara berbagai hormon dengan konsentrasi yang kecil, juga antar hormon dengan molekul lain.Derjad pembeda dilakukan oleh molekul pengenal yangterikat pada sel target disebut Reseptor
→Reseptor Hormon: Molekul pengenal spesifik dari sel tempat hormon berikatan sebelum memulai efek biologiknya.
Umumnya pengikatan Hormon Reseptor ini bersifat reversibel dan nonkovalen
Reseptor hormon bisa terdapat pada permukaan sel (membran plasma) atau pun
intraselluler.
Interaksi hormon dengan reseptor permukaan sel akan memberikan sinyal pembentukan senyawa yang disebut sebagai second messenger (hormon sendiri dianggap sebagai first messenger)
Jika hormon sudah berinteraksi dengan reseptor spesifiknya pada sel-sel target, maka peristiwa-peristiwa komunikasi intraseluler dimulai.Hal ini dapat melibatkan reaksi modifikasi seperti fosforilasi dan dapat mempunyai pengaruh pada ekspresi gen dan kadar ion. Peristiwa-peristiwa ini hanya memerlukan dilepaskannya zat-zat pengatur.
Hormon merupakan mediator kimia yang mengatur aktivitas sel / organ tertentu. Sekresi hormon dikenal secara Endokrin, Parakrin dan Autokrin.
Hormon sebelum memulai efek biologiknya harus berikatan dengan reseptor pengenal Spesifiknya. Reseptor hormon bisa terdapat pada permukaan sel (membran plasma) atau pun intraselluler. Interaksi hormon dengan reseptor permukaan sel akan memberikan sinyal pembentukan senyawa yang disebut sebagai second messenger . Yang merupakan kelompok second messenger adalah senyawa cAMP,cGMP,Ca2+,Fosfoinositol, Lintasan Kinase
KKeelloommppookk hhoorrmmoonn mmeemmppuunnyyaaii rreesseeppttoorr iinnttrraasseell bersifat lipofilik dan dapat berdifusi lewat membran plasma semua sel, tetapi hanya menjumpai reseptor spesifiknya di dalam sel sasaran Dengan memberi pengaruh yang selektif pada transkripsi gen dan produksi masing-masing mRNA ,kelompok hormon ini mempengaruhi pembentukan protein spesifik dan proses metabolik dipengaruhi
Tidak semua hormon dihasilkan oleh suatu kelenjar tertentu.Hormon golongan Eicosanoid mencakup: Prostanoid (Prostaglandin, Prostasiklin Tromboxan) dan Leukotrien adalah derivat asam lemak tak jenuh dengan kerangka 18,20 atau 22 karbon.
β endorphine terdiri atas 31 asam amino yang ditemukan dalam hipofise dapat berperan dalam mengontrol persepsi rasa nyeri secara endogen sehingga dapat berperan analgesik yang kuat untuk rasa sakit pada tubuh selama beberapa jam .Potensi analgesik senyawa 18-30 kali lebih kuat dari morphin
Onkogen merupakan gen yang mempromosikan kanker. Mengalami perubahan melalui mutasi ataupun versi dari gen seluler normal yang diekspresikan secara berlebihan.Dalam banyak kasus onkogen merupakan analog dari hormon maupun faktor pertumbuhan, reseptor hormon,molekul yang mentransmisikan kerja hormon.
III. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada sistem endokrin mungkin dapat dilakukan hanya sebagian dari
keseluruhan pengkajian. atau mungkin sebagian sudah dapat diatasi sendiri oleh klien dengan
pengetahuan dan kecurigaan terhadap masalah fungsi endokrin.
Persiapan
Satu-satunya organ endokrin yang dapat dipalpasi adalah kelejar tiroid. Bagaimanapun
pengkajian lainnya dapat memperlihatkan informasi mengenai masalah endokrin termasuk
inspeksi pada kulit. rambut dan kuku. raut muka. refleks dan sistem muskuloskeletal.
Pengukuran tinggi dan berat badan sangat penting seperti tanda-tanda vital yang juga
memperlihatkan petunjuk terhadap ketidakmampuan fungsi sistem endokrin.
Klien mungkin duduk setelah melakukan latihan. Refleks hammer digunakan untuk tes
refleks tendon bagian dalam. Utamakan latihan, perawat mengumpulkan peralatan penting dan
menjelaskan teknik kepada. klien untuk mengurangi cemas. Penambahan teknik untuk mengkaji hipokalsemia, tetanus. Komplikasi terhadap kekacauan endokrin termasuk urutan latihan.
Teknik Pemeriksaan Kelainan Yang Mungkin Ditemukan Kulit
Kulit
Inspeksi warna kulit

Hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison
desease atau cushing syndrom. Hipopigmentasi
terlihat pada klien diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme.
Palpasi (tekstur. kelembaban. dan
adanya lesi.
Kulit kasar. kering ditemukan pada klien dengan
hipotiroidisme. dimana kelembutan dan bilasan
kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan
hipertiroidisme. Lesi pada ekstremitas bawah
mengindikasikan DM.

Kuku dan Rambut
Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan
oleh klien dengan penyakit addison desease,
kering, . tebal. dan rapuh terdapat pada penyakit
hipotiroidisme, rambut lembuthipertyroidisme.
Hirsutisme terdapat pada penyakit cushing
syndrom
Muka (inspeksi bentuk dan kesimetrisan
wajah), inspeksi posisi mata
Variasi dan bentuk dan struktur muka mungkin
dapat diindikasikan dengan penyakit akromegali
mata.
Kelenjar Thyroid
Palpasi kelenjar tyroid terhadap ukuran
dan konsistensinya. Pemeriksa berdiri di
Tidak membesar pada klien dengan penyakit
graves atau goiter. Multiple nodulus terdapat pada
belakang klien dan tempatkan kedua
tangan anda pada sisi lain pada trachea di
bawah kartilago thyroid. Minta klien
untuk miringkan kepala ke kanan Minta
klien untuk menelan. Setelah klien
menelan. pindahkan pada sebelah kiri.
selama palpasi pada dada kiri bawah
metabolik. seperti yang ditunjukkan hanya pada
nodul yang bisa diindikasi bisul, tumor malignan
dan. benigna.
Fungsi Motorik
Mengkaji tendon dalam-tendon refleks
Refleks tendon dalam disesuaikan
dengan tahap perkembangan biceps,
brachioradialis,triceps, Patellar, achilles.
Peningkatan refleks dapat terlihat pada penvakit
hipcrtiroidisme penurunan refleks dapat terlihat
pada penvakit hipotiroidisnie
Fungsi sensorik
Mengkaji fungsi sensorik
Tes sensitivitas klien terhadap nyeri,
temperature, vibrasi, sentuhan, lembut.
Stereognosis. Bandingkan kesimetrisan
area pada kedua sisi dan tubuh. dan
bandingkan bagian distal dan proksimal
dan ekstremitas. minta klien untuk
menutup mata. Untuk mengetes nyeri
gunakan jarum yang tajam dan tumpul.
Untuk tes temperature. gunakan botol
yang berisi air hangat dan dingin. Untuk
mengetes rasa getar gunakan penala
garpu tala. Untuk mengetes stereognosis.
tempatkan objek (bola kapas, pembalut
karet) pada tangan klien. kemudian minta
klien mengidentifikasi objek tersebut.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Urin: glukosa, albumin, benda keton dan sedimen. Serta pem mikroalbumin
 Darah: kadar gula darah, test toleransi glukosa oral, kurva harian glukosa, kadar HbA1c, kadar fruktosamin, kadar insulin, kadar c-peptide, status asam basa.
 Dasar penetapan kadar gula darah: reduksi (cupri-cupro), kondensasi (o-toluidin), enzimatik (glukosa oksidase, hexikinase, dehidrogenase)
 Pem enzimatik pem terbaik yang umum dipakai
















DAFTAR PUSTAKA
1. Netter F. Atlas of Human Anatomy. 4th Ed. Saunders 2006:74-75.
2. Bloom&Faucett. Buku ajar histologi, edisi ke-12, Jakarta: EGC. 2001.
3. Husin Elly, Dra, Rumiati Flora, Ssi, Mkes, Kusumahastuti,dr.MS,SpBk etc.
Sistem Uropoetika dan genetalia, blok 10. Jakarta: FK UKRIDA. 2008.
4. Markum H.M.S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: FK UI.
2000, p.122-123.
5. Patel Pradi. Lecture notes radiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga. 2007,
p.248-249.
6. Sherwood. Fisiologi manusia dari sel ke sistem, edisi ke-2. Jakrta: EGC. 2001
7. http://hystero.org
8. http://images.google.co.id
9. http://iqbalali.com/2008
10. http://ksuheimi.blogspot.com/2008/Gametogenosis
11. http://plntt.co.id

Traktus Urinarius

I. Pendahuluan
Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung pada pemeliharaan kosentrasi garam, asam, dan elektrolit lain di lingkungan cairan internal. Kelangsungan hiduop sel juga bergantung pada pengeluaran secara terus menerus zat-zat sisa metabolism toksik dan dihasilkan oleh sel pada saat melakukan berbagai reaksi semi kelangsungan hidupnya. Traktus urinarius merupakan system yang terdiri dari organ-organ dan struktur-struktur yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh. Ginjal berperan penting mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen plasma, terutama elektrolit dan air dan dengan mengeliminasi semua zat sisa metabolisme.

II. Struktur traktus urinarius
1. Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, kuadratus lumborum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Disebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan dianterior dilindungi oleh bantaan usus yang tebal.
Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120-150 gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. 95 % orang dewasa memiliki jarak antara katup ginjal antara 11-15 cm. Perbedaan panjang dari kedua ginjal lebih dari 1,5 cm atau perubahan bentuk merupakan tanda yang penting karena kebanyakan penyakit ginjal dimanifestasikan dengan perubahan struktur. Permukaan anterior dan posterior katup atas dan bawah serta pinggir lateral ginjal berbentuk konveks sedangkan pinggir medialnya berbentuk konkaf karena adanya hilus. Ada beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus antara lain arteri dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula tribosa tipis mengkilat, yang beriktan longgar dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal (silvia & price, (1995).

2. Ureter
Ureter adalah tabung/saluran yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Ureter merupakan lanjutan pelvis renis, menuju distal & bermuara pada vesica urinaria. Panjangnya 25 – 30 cm. Persarafan ureter oleh plexus hypogastricus inferior T11- L2 melalui neuron² simpatis.
Terdiri dari dua bagian :
– pars abdominalis
– pars pelvina
Tiga tempat penyempitan pada ureter :
– uretero- pelvic junction
– tempat penyilangan ureter dengan vassa iliaca sama dengan flexura marginalis
– muara ureter ke dalam vesica urinaria


3. Vesica Urinaria
Disebut juga bladder/ kandung kemih. Vesica urinaria merupakan kantung berongga yang dapat diregangkan dasn volumenya dapat disesuaikan dengan mengubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Secara berkala urin dikososngkan dari kandung kemih ke luar tubuh melalui ureter. Organ ini mempunyai fungsi sebagai reservoir urine (200 - 400 cc). Dindingnya mempunyai lapisan otot yang kuat. Letaknya di belakang os pubis. Bentuk bila penuh seperti telur ( ovoid ). Apabila kosong seperti limas. Apex ( puncak ) vesica urinaria terletak di belakang symphysis pubis.
Vesica urinaria mempunyai bagian:
• Apex: Dihubungkan ke cranial oleh urachus (sisa kantong allantois ) sampai ke umbilicus membentuk ligamentum vesico umbilicale mediale. Bagian ini tertutup peritoneum dan berbatasan dengan ileum & colon sigmoideum
• Corpus
• Fundus
Vesica urinaria dipersarafi oleh cabang-cabang plexus hypogastricus inferior yaitu:
• Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2.
• Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N. S2,3,4 melalui N. splancnicus & plexus hypogastricus inferior mencapai dinding vesica urinaria. Disini terjadi sinapsis dengan serabut-serabut post ganglioner.
• Serabut-serabut sensoris visceral afferent: N. splancnicus menuju SSP
• Serabut-serabut afferen mengikuti serabut simpatis pada plexus hypogastricus menuju medulla spinalis L1-2.



4. Urethra
Merupakan saluran keluar dari urin yang diekskresikan oleh tubuh melalui ginjal, ureter, vesica urinaria.

III. Fisiologi traktus urinarius
Unit fungsional ginjal adalah nefron, yang pada manusia setiap ginjal mengandung 1-1,5 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas glomerulus yang mengandung kapsula bowmen dan tubulus. Tubulus terdiri dari tiga bagian yaltu tubulus proksimalis, lengkungan Henley (loop of Henley dan tubulus distalis beberapa tubulus distalis akan besatu membentuk duktus kolektivus. Glomerulus proksirnalis dan distalis terletak pada korteks ginjal sedang lengkung Henley dan duktus kolektivus pada medulla ginjal. (Siregar, H, et all,(1999), hal. 20).
Setiap nefron mempunyai dua komponen utama:
1) Glomerulus ( kapiler glomerulus ) yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah.
2) Tubulus yang panjang dimana cairan hasil filtrasi di ubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.
Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat perbedaan, bergantung pada berapa dalamnya letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki Glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal ; nefron tersebut mempunyal ansa Henle pendek yang hanya menembus kedalam medulla dengan jarak dekat kira-kira 20-30 % nefron rnernpunyal glomerulus yang terletak dikorteks renal sebelah dalam dekat rnedula dan disebut nefron jukstaglomerulus. Nefron ini mempunyai ansa Henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula, pada beberapa tempat semua berjalan menuju ujung papila renal.
Kecepatan eksresi berbagal zat dalam urin menunjukkan jumlah ketiga proses ginjal yaitu : Filtrasi glomerulus, reabsorpsi zat dari tubulus renal kedalam darah dan sekresi zat dari darah ke tubulus renal. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sjumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowmen. (Guyton & Hall, 1997. hal. 400).
Sistem kemih terdiri dan organ pembentuk urin ginjal dan struktur. yang menyalurkan urin dari ginjal ke luaar tubuli. Setiap ginjal dipasok (diperdarahi) oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing-masing masuk dan keluar ginjal dilakukan rnedial yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti ginjal rnengolah plasma yang mengalir masuk kedalamnya untuk menghasilkan urine, menahan bahan-bahan tertentu & mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan kedalam urin. Setelah terbentuk urin mengalir kesebuah rongga pengumpul sentral, dari situ urine disalurkan kedalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urine dari setlap ginjal kesebuah kandung kemih.
Kandung kernih yang menyimpan urin secara temporar, adalah sebuah kantung berongga yang dapat direnggangkan dan volumenya disesuaikan dengan mengubah-ubah status kontraksi otot polos di dindingnya. Secara berkala, urine dikosongkan dari kandung kemlh keluar tubuh melalui sebuah saluran, uretra. Uretra pada wanita berbentuk Jurus dan pendek berjalan secara langsung dari leher kandung kermh keluar tubuh. Pada pria uretra Jauh lebih panjang dan melengkiung dan kandung kemih keluar tubuh melewati kelenjar prostat dan penis. (Lauralle Sherwood, 2001, hal. 463).
Fungsi primer ginjal adalah rnempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstra sel dikontrol oleh filtrasi glomerulus reabsorbsi dan sekresi tubulus. Zat-zat yang difiltrasi di ginjal dibagi dalam 3 kelas : Elektrolit, nonelektrolit dan air. Beberapa jenis elektrolit yang paling penting adalah (Na+), Kalium (K+), Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++), Bikarbonat (HC02), Klorida (Cl-), dan fosfat (HP04), sedangkan non elektrolit yang penting antara lain glukosa, asam amino, dan metabolik yang merupakan produk akhir dari proses metabolisme protein : Urea, asam urat dan kreatinin. (Price, S, et all, 1995, hal 770).
Proses filtrasi pada glomerulus dinamakan ultrafiltrasi glomerulus, karena filtrate primer mempunyal komposisi sama seperti plasma kecuali tanpa protein. Sel-sel darah dan molekul-molekul yang besar seperti protein secara efektif tertahan oleh pori-pori membran filtrasi, sedangkan air dan kristaloid dapat tersaring dengan mudah. Setiap menit kira-kira satu liter darah yang mengandung 500 cc plasma,mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 cc (10 %) dari itu disring keluar.
Perbandingan jumlah yang disaring oleh glomerulus setiap hari dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka dapat dilihat besar daya selektif sel tubulus:



Daya Selektif Sel Tubulus
Komponen Disaring Dikeluarkan
Air 150 Liter 1, 5 Liter
Garam 750 Liter 15 Gram
Glukosa 150 Liter 0 gram
Urea 50 Gram I. ram
(Pearce E, 1993 hal. 248-249)
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan dalam pengaturan tekanan darah.
Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel-sel otot polos mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan pelepasan renin.
Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino, angiotensinogen dihasikna oleh hati dan konsentrasinya dalam darah tinggi. Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru. Angoitensi I kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang ditemukan dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek vasokontriksi arteriola perifer dan merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian volume plasma akan meningkat yang ikut berperan dalam peningkan tekanan darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal (corwin, 2000).


iii. Komposisi urin
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat.




iv. Pemeriksaan Traktus Urinarius
Pemeriksaan fisik
Anamnesa akan menentukan apakah dibutuhkan pemeriksaan lengkap atau sebagian.
Misal:
 discharge uretra tdk perlu pemeriksaan yang menyeluruh
 Painless hematuria perlu pemeriksaan yang lengkap
Pemeriksaan Ginjal
FISIK
1.Inspeksi
 Massa di abdominal atas, massa keras dan padat (keganasan/infeksi perinefritis).
2.Palpasi
 Sukar dipalpasi
 Pria lebih terfiksir drpd wanita (otot perut pria lebih keras)
 Pada yg kurus lebih mudah
 Metode: supinasi, satu tangan mengangkat CVA dan tangan yg lain menekan/mempalpasi.
 Temuan: nyeri tekan, teraba massa  hipertropi kompensasi,tumor, dll
Pemeriksaan Ginjal (balo teman)

3.Perkusi
Memiliki nilai tersendiri
4.Auskultasi
Bruit à stenosis arteri renal.
Pemeriksaan Lab
Jenis Pemeriksaan Urin rutin
1.Jumlah / volume urin
2.Pemeriksaan Makroskopis (warna, jernih, BJ, Bau, pH)
3.Protein
4.Glukosa
5.Sedimen(organik:eritrosit)
1.Volume N 1500ml/24 jam
2.Warna urin kuning tua, kuning ijo, coklat tua, merah keruh (eritrosit, Hb,
mioglobin,porfirin, kontaminasi darah haid), susu.BJ N 24jam =1.016-1.022. Bau
disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap.
3.Protein N =50-150 mg/24jam tidak terdeteksi.
4.Glukosa N 100mg/dl dan tidak terdeteksi.
5.Sedimen
Urin mengandung hematuria dapat ditemukan pada banyak keadaan:
1.Kelainan membran glomerulus
2.Trauma vaskular ginjal
3.Glomerulonefritis akut
4.Infeksi akut ginjal
5.Keganasan


Hematuria
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.

Pemeriksaan Penunjang Radiologi dengan BNO atau USG